Senin, 31 Oktober 2011

CERPENKU


“ Cinta Yang Terlarang ”
Oleh: Agus Sholihin Al-Abrar
Yogi tak menyadari ketika roh kekasihnya Dara yang baru saja meninggal karena sakit jantungnya masuk ke dalam jasad Dido, korban tabrak lari kemarin sore. Tidak masuk akal memang tapi inilah kenyataanya yang tidak bisa di pungkiri oleh keluarga termasuk Yogi kekasih Dara. Dido yang akan di makamkan tiba-tiba bangun dari tidurnya setelah satu hari terbaring di kamar mayat. Dido hidup kembali dengan roh Dara di dalam tubuhnya. Dara kaget saat bangun ia telah menjadi seorang laki-laki muda. Ada apa denganku? Itu lah yang ada di benak Dara sekarang. Ia mencari keluarganya yang sedang berduka atas kehilangannya termasuk kekasihnya Yogi yang tak sanggup menyaksikan jasad Dara yang terbujur tak berdaya. Di rumah sakit yang sama, Yogi tepat di samping Dara saat penghembusan nafas terakhir Dara kekasihnya yang telah lama di vonis sakit jantung.
Dara dengan wajahnya sebagai Dido masuk ke kamar dimana ia di rawat. Ia kaget saat melihat jasadnya yang telah terbujur tak bernyawa di kelilingi keluarga yang di iringi isak tangis duka.
“ Mamah, Papa, Yogi kalian kenapa?” Dara dengan wajah Didoi menyapa. Yogi yang duluan melihat kebelakang aneh tak mengenal siapa pemuda yang menyapa ini. Mereka tak memeperdulikanya.
“ Mamah kenapa? Kenapa menangis?”
“ Kamu siapa?” Tanya Papa aneh sambil berduka.
“ Ini aku Dara, anak papa.”
Yogi langsung menarik tangan Dido dari belakang menarik ke luar kamar.
“ Siapa sih loe, jangan buat orang tua Dara semakin sedih. Jangan ganggu, mereka sedang berduka.” Yogi tampak kesal. Tapi Dido yang didalamnya adalah Dara malah heran dengan sikap Yogi yang tak mengenali pacarnya sendiri.
“ Yogi! Kamu apa-apaan sih. Ini aku Dara aku enggak meninggal aku hidup.”
“ Eh loe jangan bercanda ya! Pergi loe dari sini!” Bentak Yogi menarik kerah baju Dara dengan pandangan matanya yang tajam. Yogi masuk kembali ke kamar.
Sementara Dara yang kini berwajah Dido memandang keluarganya yang sedang berduka dari balik pintu. Ia sadar bahwa ia telah meninggal namun rohnya masih hidup yang kini telah melekat di dalam tubuh Dido.
“ Apa yang terjadi sama aku. Aku masih hidup tapi kenapa roh ku bukanya kembali kebadanku tapi kenapa malah pindah ke roh laki-laki yang bernama Dido ini?” Dara menangis.
            Pemakaman baru saja selesai. Jasad Dara telah terbaring di dalam tanah. Semua orang yang menyaksikan ikut berduka atas kepergiannya. Terutama Papa dan Mama Dara. Terlebih Yogi yang baru saja bertunangan dengan Dara, tapi sayang ajal telah menjemput Dara. Tapi tak pernah ada yang tahu kalau sebenarnya Dara masih hidup hanya jasadnya saja yang mati karena tak bisa bersatu lagi dengan rohnya. Namun rohnya, jiwanya masih hidup namun sebagai wujud Dido. Pelayat telah sepi kini giliran Dido yang menabur bunga di atas nisan Dara.
“ Kenapa kamu di kubur Dara? Kamu tuh masih hidup?” Tutur Dido menangis ia belum menerima kenyataan yang terjadi sekarang Dara adalah Dido, dan Didolah yang akan melanjutkan hidup Dara. Dido memandang ke langit ini takdir Yang Kuasa.
Dido termenung memikirkan nasibnya, ia harus bagaimana agar bisa meyakinkan orang tuanya bahwa Dara masih hidup. Tidak mungkin orang tuanya percaya apalagi jasadnya baru saja di kuburkan.
“ Oh Tuhan aku harus bagaimana...?” Ia menangis.
Dari kejauhan Yogi melihat lalu mendekat ke kuburan Dara.
“ Loe? Kenapa loe ada di sini?”
Dido kaget karena Yogi datang tiba-tiba.
“ Yogi, kamu?”
“ Loe kenal gue? Siapa loe sebenarnya kenapa loe ada sejak di rumah sakit tadi? Loe siapanya Dara?”
“ Yogi-yogi dengerin aku dulu, ya jelas aku kenal kamu aku Dara tunangan kamu.” Dido keceplosan ia lupa bahwa dia sekarang adalah Dido, bukan Dara.
“ Loe jangan gila. Dari rumah sakit tadi elo ngaku-ngaku Dara melulu!” Tangan Yogi hampir melayang.
“ Jangan Yogi. Gue teman dara please...jangan pukul gue.”
Kemarahan Yogi berkurang, tapi sebenarnya ia bingung secara dia belum pernah melihat Dido sebelumnya. Yogi segera beranjak dari pemakaman, ia kembali pulang.
...
Sementara Dido bingung harus tinggal dimana, hari sudah malam. Ingin rasanya ia kerumah orang tuanya tapi itu tidak mungkin mengingat orang tuanya tidak akan mengenalnya di tambah lagi mereka yang tengah berduka. Ia tak ingin menambah masalah kalau harus menceritakan yang sebenarnya. Kalau orang tuanya mendengar ceritanya bisa-bisa mereka tambah gila di buatnya. Dido menghampiri rumah Yogi ia melihat Yogi hendak pergi dengan mobilnya, Dido menyusup untuk mengikutinya dengan masuk bagasi mobil tanpa sepengetahuan Yogi.
Sampai sudah tepat di depan Clubbing tempat dugem, tampaknya Yogi mulai stres atas kepergian kekasihnya makanya ia hendak menghilangkan kepenatanya dengan minum-minuman keras. Dido keluar dari bagasi diam-diam ikut masuk ke dalam.
“ Ngapain Yogi ke tempat seperti ini? Aku harus mencegahnya.” Ujarnya pelan. Ia masuk kedalam cafe. Dalam kerlap-kerlip dunia gemerlap malam di tempat dugem Dido merayap mencari-cari Yogi dalam samar-samarnya lampu. Di tambah alunan musik yang membuatnya berisik. Cahaya lampu yang samar alunan musik yang menghanyutkan, Yogi asik minum hampir-hampir mabuk di buatnya. Baru kali ini dia seperti itu, mungkin kematian Dara lah yang menjadi sebab ia jadi seperti ini. Dido yang melihat Yogi mabuk segera menghampiri.
“ Yogi kamu apa-apaan sih, pake acara mabuk segala?” Sahut Dido memegang lengan Yogi.
“ Elo lagi-elo lagi, loe ngikutin gue ya!”
“ Aku khawatir sama kamu...”
“ Loe siapa sih, nggak usah sok akrab deh!” Kata Yogi sambil sempoyongan dan akhirnya jatuh pingsan di pangkuan Dido. Dido membawanya pulang ke rumah Yogi yang kebetulan tidak jauh dari Cafe.
...
            Ketika surya menampakkan cahayanya, pagi cerah langitpun merah lembayung segarnya suasana pagi benar-benar menghangatkan bumi. Cahaya mentari yang bersinar dari celah-celah jendela membangunkan Yogi dari tidurnya. Ia berusaha memulihkan ingatanya setelah semalam mabuk-mabukan. Ia kaget ketika melihat badanya yang sudah tak berbaju, tinggal sepenggal celana yang ia pakai semalam. Siapa yang menbuka bajuku? Itulah yang di pikiranya. Lalu ia melihat ke kanan seorang laki-laki sebayanya tengah tidur pulas di sofa kamarnya. Dialah Dido yang sejak semalam menolongnya dari aksi mabuk-mabukanya.
“ Bangun! Apa-apaan loe di rumah gue? Dikamar gue pula!” Mendengar teriak Yogi, Dido pun tersentak bangun.
“ Maaf-maaf Gi, semalam sehabis mengantar kamu pulang aku ketiduran di sofa, abis aku sudah ngantuk. Tapi nggak tahu harus tidur dimana, akhirnya aku tidur di kamar kamu.”
“ Jadi semalem loe yang bawa gue pulang? Kenapa sih loe jadi ganggu hidup gue?  Apa benar loe temenya Dara?”
“ I,iya-iya aku temenya Dara.” Jawabnya terbata-bata.
“ Tapi kenapa gue baru lihat loe sekarang, dan kenapa loe jadi ada dalam kehidupan gue. Sepertinya loe selalu ngikutin gue!”
  Maaf Yogi, aku nggak bermaksud apa-apa cuma kebetulan aja ketemu kamu.”
“ Lalu kenapa loe ada di Cafe semalam?”
“ Aku mau nolong kamu, aku nggak mau loe jadi begini gara-gara kepergian Dara...”
“ Itu bukan urusan loe!”
“ Tapi...”
Yogi tampak cuek ia keluar dari kamar lalu pergi mandi menyegarkan badanya.
            Dido membuka-buka kulkas di dapur, ia benar-benar lapar dari semalam perutnya kosong dan kini perutnya terasa keroncongan tak bisa di ajak kompromi lagi. Yogi yang hanya mengenakan handuk keluar dari kamar mandi.
“ Loe? Kenapa loe masih di rumah gue?” Tanya Yogi tiba-tiba yang melihat Dido sedang makan kue. Hal ini membuat Dido kaget dan tersedak.
“ Maaf...aku lapar..” Jawabnya. Tapi Yogi paham akan itu ia tidak marah justru membiarkanya makan setidaknya sebagai ucapan terima kasih karena Dido telah menolongnya semalam.
“ Nama loe siapa?” Tanya Yogi.
“ Kenalin, aku Dido.” Sambil mengulurkan tangannya.
“ Oke. Gue ngucapin terima kasih karena loe udah ngantar gue pulang semalam, tapi...mau sampai kapan loe di rumah gue?” Tanya Yogi lagi. Mendengar pertanyaan itu Dido berhenti dari makannya.
“ Hmm, emm aku...aku...sebenarnya aku nggak punya tempat tinggal, aku bingung harus tinggal dimana?”
“ Loe nggak punya rumah?”
Dido diam, haruskah dia bilang kalau di dalam tubuhnya adalah Dara.
“ Jadi selama ini loe tinggal dimana?” Sambung Yogi. Lagi-lagi Dido hanya diam.
“ Aku...aku...”
“ Ya sudah, loe boleh tinngal di rumah gue. Ya anggap saja sekarang gue yang nolong loe, lagi pula gue cuma sendiri di rumah.” Mendengar tawaran ini Dido senang kegirangan sampai-sampai ia lupa diri.
“ Bener aku boleh tinggal di sini, terima kasih Gi....” Tak sadar ia mencium pipi Yogi. Yogi jadi marah.
“ Loe apa-apaan sih, pake acara cium-cium segala!”
“ Maaf...aku kebablasan, abis aku seneng banget.”
Mereka diam, Yogi mengganti bajunya. Dido juga terdiam sepertinya ia memikirkan sesuatu. Meskipun luarnya adalah Dido tetapi di dalamnya adalah seorang Dara yang masih mencintai Yogi, tentu membuatnya bahagia karena bisa bersama dengan Yogi. Walaupun Yogi tidak menganggap dia sebagai Dara lagi, tapi tak apalah bisa bersama lagi saja itu sudah cukup bagi Dara alias Dido.
            Dua minggu telah berlalu...
            Yogi sedang menelepon seseorang, sementara Dido menonton tv. Terdengar pintu di ketuk, mereka kedatangan tamu.
“ Do, bukain pintunya.”
“ Ya...” Jawabnya melenggang ke depan dan membukakan pintu. Terkejut ia melihat Wirra sahabat Dara datang ke rumah Yogi. Mau ngapain dia? Itulah yang ada di benak Dido secara sahabatnya Wirra kan tahu Yogi adalah pacar sahabatnya sendiri Dara.
“ Wirra?” Sapa Dido duluan. Wirra yang tak mengenalnya mengernyitkan dahinya.
“ Siapa loe? gue nggak kenal sama elo ?”
“ Aku kan...” Dido berhenti hampir ia keceplosan akan mengatakan kalau ia adalah Dara.
“ Yogi ada?”
“ Ada, silahkan masuk.”
            Yogi menyapanya dengan cipika-cipiki jelas membuat Dido yang dalamnya adalah Dara cemburu. Pake acara cium pipi segala. Gerutunya dalam hati.
“ Yogi aku punya oleh-oleh buat kamu dari Belanda kemarin.” Kata Wirra.
“ Oh ya, wah..jadi ngerepotin.”
“ Nggak apa-apa lagi. Cobain di kamar kamu yuk...” Wirra langsung menarik lengan Yogi menggiring ke kamar, Yogi harus mencoba baju dari Wirra yang sempat di belinya ketika jalan-jalan ke Belanda. Dido alias Dara cemburu atas kedatangan Wirra, apa lagi mereka masuk ke kamar apa yang akan mereka lakukan Dido tak tahu. Ingin rasanya ia mencegahnya tapi tidak mungkin Yogi pasti akan marah besar. Dara yang ada di dalam tubuh Dido baru sadar ternyata selama ini sahabatnya Wirra di belakangnya juga menyukai Yogi. Apalagi semenjak kematian Dara, ia pasti bebas kalau mau mendekati Yogi. Dasar pagar makan tanaman! Loe munafik! Loe bilang nggak suka sama Yogi!, itulah perasaan kesal yang saat ini ada di benak Dido alias Dara. Dido berusaha mendengar pembicaraan antara Yogi dan Wirra dari balik pintu kamar.
“ Gimana? bagus kan bajunya cocok banget sama kamu, nggak salah jauh-jauh aku beli dari Belanda.” Kata Wirra memegang-megang kerah baju yang di pakai Yogi.
“ Thanks ya Wirr, kamu tahu saja seleraku.” Jawab Yogi.
“ Oh ya gi, cowok tadi siapa? kok aku baru lihat, mana sok kenal lagi sama aku.”
“ Dia emang baru tinggal di sini, katanya sih teman Dara.”
“ Teman Dara? kok aku nggak pernah tahu ya, atau jangan-jangan...itu selingkuhannya. Soalnya semua teman Dara aku kenal, tapi yang satu ini...I don’t know!”
Dido menggerutu dalam hati enak saja Wirra mengata-ngatainya dan menjelek-jelekkan dia di depan Yogi. Dia melanjutkan aksi ngupingnya.
“ Thanks ya Wirr, kamu sudah perhatian sama aku.” Lanjut Yogi menggenggam tangan Wirra. Ia memang merindukan perhatian seseorang kepadanya. Terlebih semenjak kematian Dara, tak seorangpun yang memanjakannya.
“ Gi, aku sayang banget sama kamu. Selama ini aku hanya bisa memendam perasaan ini.” Kata Wirra dengan lembutnya, Yogi bagai terhipnotis ia tampak luluh di depan wanita cantik ini. Wirra mulai merayu lelaki di hadapanya. Ia menggantungkan tanganya di leher Yogi.
“ Benarkah kamu sayang sama aku?” Tanya Yogi lagi penasaran.
“ Ya, tentu. Aku sangat menyayangimu, aku nggak mau kamu terus-terusan terlarut dalam kesedihan. Aku siap menggantikan Dara dalam hidup kamu.”  Wirra meyakinkan.
Dido melotot sekaligus terkejut mendengar ucapan Wirra hatinya bagai di sayat sembilu, begitu perih rasanya. Benar-benar Wirra menusuknya dari belakang. Sementara itu masih di dalam kamar Yogi dan Wirra semakin dekat, mereka terlarut dalam balutan cinta. Wajah keduanya kian mendekat. Yogi akan mencium Wirra, Wirra mulai terpejam matanya. Bibir Yogi semakin mendekat pada Bibir merah Wirra.
“ Oh tidak!!” Dido yang menyaksikan dari balik pintu sungguh tak sanggup melihat pemandangan yang akan berlangsung.
“ Ini tidak boleh terjadi!” pikir Dido dalam hati. Tiba-tiba Dido membuka dengan kuat pintu kamar, Yogi dan Wirra terkejut. Alhasil Wirra gagal mendapat ciuman pertama dari Yogi.
“ Dido! Loe apa-apaan sih.” Kata Yogi marah.
“ Ketuk dulu dong kalau mau masuk! Main nyelonong aja!” Sambung Wirra kesal juga.
“ Maaf, maaf nggak sengaja. Aku cuma mau ngajak Yogi makan soalnya makanan cateringnya sudah datang, maaf ya. Permisi.” Dido keluar dengan seuntai senyum di balik bibirnya. Ia berhasil menggagalkan aksi mesra mereka. Kemudian Yogi dan Dido makan siang dan Wirra pamit pulang dengan hati kesal.
            Malam hari. Wirra datang lagi kerumah Yogi tampaknya ia senang karena berhasil mengambil hati Yogi sehingga Yogi mencintai Wirra dan berusaha melupakan Dara yang hanya bagian masa lalunya. Tentu ini bukanlah yang di kehendaki Dara. Dara yang sekarang berwajah Dido sangat kecewa dengan keputusan Yogi yang menjadikan Wirra sebagai pacarnya. Padahal Dara merelakan Yogi berhubungan lagi dengan wanita lain, tapi kenapa harus Wirra wanita itu? Ia tahu Sifat Wirra bagaimana.
            Di ruang tamu tampak Yogi dan Wirra sedang asik ngobrol sementara Dido hanya nonton tv di temani cemilannya. Dido tahu Wirra pasti mau bermesraan lagi dengan Yogi menyambung tadi siang yang sempat gagal, hal ini tentu membuat Dido cemas ia tampak gelisah melihat Yogi di pegang-pegang oleh Wirra.
“ Dasar! Cewek gatel!” kesalnya dalam hati.” Pasti mau cari-cari kesempatan!!”
Dido sebenarnya tak fokus pada tontonan televisi melainkan mengawasi apa yang di lakukan Wirra terhadap Yogi, ia tak ingin Wirra yang ganjen terlalu berlebihan. Lalu Yogi dan Wirra mendekat ikut menonoton televisi, Dido benar-benar jadi kambing congek di buatnya. Wirra menggandeng mesra Yogi . Dido yang menyaksikkan kemesraan mereka hanya diam di sampingnya. Menyaksikan kemesraan mereka yang senbenarnya Dido alias Dara pun mengharapkannya.
“ Film nya romantis ya.” Kata Yogi sambil ngemil cemilan Dido.
“ Oh ya, kalau ini romantis nggak?” Wirra langsung nyelonong mencium pipi kanan Yogi. Membuat Dido makin panas.
“ Dasar cewek gatel!!” Kesal Dido dalam hati benar-benar panas dengan aksi Wirra yang ganjen. Sungguh tak malu dia main nyelonong cium Yogi gitu aja. Dalam hatinya ia sakit benar-benar cemburu atas kemesraan Yogi dan Wirra. Andai Yogi tahu bahwa Dara tengah menyaksikkan dia, Yogi pasti malu karena telah berpaling darinya. Yogi terus menggenggam erat tangan Wirra.
“ Aku sayang kamu.” Bisik Wirra di telinga Yogi.
“ Iya, aku percaya.” Balas Yogi.
Dido menangis, andai Dara tak meninggal semua ini tidak akan terjadi. Andai saja Roh Dara tidak masuk kedalam tubuh Dido mungkin Yogi masih menjadi kekasih Dara. Sedihnya dalam hati membuat matanya berkaca-kaca dan akhirnya meneteskan air mata, ya air mata kesedihan. Dido alias Dara menangis menyesali semua yang terjadi, seharusnya dia yang berada di samping Yogi bukan Wirra. Yogi melihat aneh Dido yang menangis.
“ Loe kenapa nangis?” Dido segera menghapus air matanya.
“ Enggak apa-apa aku cuma sedih aja. Film nya sedih banget.”
“ Ohh...”
...
            Malam semakin sunyi, tampak Yogi mulai naik ranjang karena mulai mengantuk sementara Dido menangis  sesunggukan di kamarnya karena sedih akan nasibnya yang menjadi seperti ini, ia tak pernah menyangka akan menjalani hidupnya sebagai seorang Dido. Sungguh tidak ada harapan lagi untuk ia menjadi Dara. Karena jasad Dara telah terkubur di dalam tanah. Sementara rohnya tetap abadi di dalam tubuh Dido untuk selamanya. Yogi tiba-tiba masuk ke kamar Dido.
“ Loe kenapa nangis? Loe masih mikirin cerita film tadi?”
“ Bukan urusan kamu.”
“ Gue mau bantu kalau loe punya masalah.”
“ Peduli apa kamu sama aku??” Yogi yang mendengar kata-kata itu mulai tersinggung.
“ Eh, asal loe tahu aja ya. Gue ngebiarin loe tinggal di rumah gue itu karena gue care sama loe gue peduli sama loe. Meskipun gue nggak kenal loe sebelumnya. Apa itu kurang ngebuktiin kalau gue peduli sama elo! Gak tahu terima kasih banget sih!” Yogi mulai kesal.
“ Kamu peduli sama aku lantaran aku temannya Dara kan?”
“ Up to you deh. Kalau elo nggak suka silahkan kalau mau angkat kaki  dari rumah gue. Loe yang datang sendiri kerumah gue, bukan gue yang minta loe kesini!”
Tangisan Dido semakin menjadi layaknya seorang wanita. Luarnya memang Dido yang tampak tegar dan kuat tetapi di dalam tubuhnya adalah Dara wanita yang lemah dan sangat sensitif atas gertakan yang menyakitkan hatinya.
“ Loe kok malah makin jadi sih meweknya. Kayak cewek aja tahu nggak.”
“ Asal kamu tahu. Kesedihanku ini tidak sebanding dengan kesedihan yang Dara rasakan.”
“ Maksud loe??”
“ Ya! Aku nggak ngebayang betapa sedihnya Dara melihat pacarnya berpaling ke cewek lain. Ini yang kamu sebut cinta sejati!!”
  Dan perlu elo tahu Do, ini urusan gue mau pacaran sama siapa aja. Bukan urusan loe!”
“ Jelas menjadi urusan aku, Dara adalah sahabat aku. Apapun yang menyangkut dia menjadi urusanku termasuk perselingkuhan yang kamu lakukan sama Wirra.”
“ Alah...itu alasan loe aja kan, bilang aja loe suka sama Wirra, sehingga Dara jadi alasan agar gue ngejauhin Wirra. Supaya loe bisa ngedapetin dia! Ngaku deh! Munafik loe!”
PRAAKKK!!!
Sebuah tamparan mendarat di pipi Yogi atas kemarahan Dido.
“ Asal kamu tahu. Aku tulus care sama Dara aku sedih karena Dara harus pergi sementara dia sangat mencintai kamu. Tapi apa balasan kamu terhadapnya semenjak kamu jadian sama Wirra sekalipun kamu nggak pernah datang ke makamnya.”
“ Sekali lagi gue peringatin sama loe. Ini bukan urusan loe! dan mulai sekarang loe angkat kaki dari rumah gue. Gue nggak mau loe terlalu jauh mencampuri hidup gue.” Ujar Yogi menarik kerah baju Dido dengan raut wajah emosi penuh kebencian. Ia tak tahu kalau yang di hadapannya adalah Dara bukan Dido.
“ Oke. Aku pergi sekarang aku baru tahu sifat kamu yang sebenarnya. Ternyata kamu tidak pernah tulus cinta pada Dara. Thanks atas semua kebaikan kamu yang sudah mempersilahkan aku tinggal di rumah kamu.” Kata Dido alias Dara mengakhiri pembicaraan mereka. Dido keluar dari rumah Yogi meski di luar sedang hujan deras. Derasnya hujan di sertai petir mengalahkan teriakkan Yogi di malam yang dingin dengan penuh amarahnya.
“ Loe nggak usah ngatur hidup gue! Dara sudah mati! Dia nggak mungkin ada lagi....!”
Dido semakin menjauh dari penglihatan Yogi dan akhirnya menghilang. Yogi membiarkannya begitu saja. Hujan semakin deras.
Dido alias Dara menangis sesunggukan, mengapa semua jadi begini? Yogi kasar terhadapnya. Padahal sebelumnya mereka adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Derasnya hujan tak mengalahkan kesedihan yang di rasakan Dido.
            Ketika surya menampakkan cahayanya, membangunkan Yogi dari tidurnya. Ia melihat Wirra sudah berada di sampingnya.
“ Wirra? Ngapain kamu pagi-pagi sudah di rumahku?” Yogi mengusap wajahnya yang masih mengantuk.
“ Kok kamu ngomongnya seperti itu? Aku kan pacar kamu bebas dong mau datang kapan aja. Lagian kan hari ini hari minggu aku mau ngajak kamu jalan-jalan.”
“ Iya tapi kan masih pagi.”
“ Oke. Nggak apa-apa aku bisa nunggu kamu kok, say...”
Setelah mandi Yogi segera mengganti pakaiannya. Sementara Wirra membuatkan sarapan untuknya.
“ Say, kamu udah usir ya cowok yang ngaku-ngaku temen dara itu. Bagus deh lagian dia cuma bisa jadi pengacau tahu nggak.” Kata Wirra sinis.
“ Kok kamu tahu?” Balik tanya Yogi.
“ Ya tahu lah, secara dia tidur kayak gembel di pos ronda!”
“ Apa? Di pos ronda?
“ Kok kamu kaget gitu, nggak penting banget sih mikirin dia.”
Yogi terdiam entah apa yang ia pikirkan. Ia merasa bersalah karena harus mengusir Dido yang sebenarnya dia tidak salah. Dido sebenarnya orang yang baik. Dia perduli pada Dara.
“ Ternyata Dido tidak berbohong, dia benar-benar tidak punya tempat tinggal. Buktinya semalam dia tidur di pos ronda. Kasihan, gue jadi ngerasa bersalah. Gue harus nyamperi dia.” Yogi pergi dengan mobilnya untuk menemui Dido di pos ronda dekat kompleks rumahnya.
“ Eh sayang, mau kemana?” Yogi pergi begitu saja tanpa menghiraukan Wirra.
            Mobil Yogi berhenti saat melihat Dido terbaring lemas di pos ronda, badannya tampak menggigil setelah semalaman kehujanan di luar. Dido demam, badannya panas. Tanpa di sadari Dido, Yogi memasukkanya ke mobil membawanya ke rumah Yogi. Karena Dido butuh pertolongan.
“ Ngapain kamu bawa cowok ini lagi, dia kan bukan siapa-siapa kamu?” Wirra kaget saat Yogi kembali membawa Dido.
“ Gue nggak tega ngebiarin dia sendirian di pos  ronda. Dia benar-benar nggak punya tempat tinggal.”
“ Perduli apa sih sama dia. Bukan siapa-siapa kamu juga!”
“ Kalau loe nggak suka, silahakan tinggalin rumah gue.” Yogi membentak Wirra jelas membuat Wirra marah besar, ia pun meninggalkan rumah Yogi. Setelah siuman Dido berterima kasih pada Yogi karena sudah berbaik hati padanya. Yogi pun meminta maaf karena telah lancang mengusirnya.
            Malam hari. Yogi telah lelap dalam tidurnya, sementara mata Dido sedikitpun tak mengantuk. Ia tak bisa tidur walaupun badannya sudah terasa sehat kembali. Ia teringat Yogi yang telah berbaik hati merawatnya ketika ia sakit.
“ Apakah Yogi sudah tahu siapa aku sebenarnya?” Ujarnya pelan.” Nggak mungkin, nggak mungkin banget wajahku aja masih tetap wajah Dido. Gimana Yogi bisa tahu kalau aku adalah Dara.” Sambungnya lagi melihat-lihat wajahnya di cermin. Dido diam-diam ke kamar Yogi. Begitu senang ia melihat Yogi yang terlelap dengan nyenyaknya. Yogi tetap terlihat tampan meski sedang tidur itu yang membuat Dara tak bisa melupakan wajah tampannya.
Yogi tertidur di atas ranjangnya, sementara Dido membelai-belai rambut Yogi tanpa sepengetahuannya.
“ Aku sayang kamu Gi, aku tahu kamu sayang banget sama aku. Kamu tahu, aku baru sadar sekarang kalau aku tidak mungkin bersama kamu lagi. Dan aku harus ikhlas dan menerima kalau aku tidak mungkin menjadi Dara lagi. Sekarang aku adalah Dido tapi...di dalam tubuh Dido ini adalah Dara. Ya, Dara yang tetap mencintaimu. Terima kasih karena kamu mau mencintaiku dan setia mendampingiku sampai ketika maut menjemputku. Sekarang aku akan hidup sebagai Dido dan akan melanjutkan hidup seorang Dido. Sekarang aku harus menerima kenyataan bahwa aku adalah Dido bukan Dara lagi dan aku harus merelakan kamu untuk mencari pendampingmu yang sudah menjadi jodohmu, dan tentu bukan aku jodohmu. Aku tidak akan melanjutkan cintaku ini sama kamu. Karena sekarang aku adalah seorang lelaki yang bernama Dido. Dan apabila aku tetap mengharap cinta dari kamu itu akan menjadi cinta yang terlarang. Ya, cinta terlarang antara aku dan kamu. Dan aku tak ingn semua ini terjadi.” Ujarnya pelan tapi tidak membangunkan Yogi dalam tidurnya. Yogi tetap lelap.
 Dara alias Dido meneteskan air mata sempat menetes di kening Yogi, cepat-cepat ia mengusapnya takut-takut kalau Yogi terbangun. Ia ingin kembali ke kehidupannya yang normal seperti dahulu. Mungkin inilah jalan terbaik untuk mereka Dara menjadi Dido. Dan membiarkan Yogi menjalani kehidupannya yang normal dengan menjadi seorang lelaki yang tetap mencintai wanita dan mencari jodoh yang akan menjadi pendamping hidupnya untuk selamanya. Di malam yang sunyi Dido mencium pipi Yogi sebagai ciuman terakhirnya sebagai Dara kemudian mencium keningnya sebagai ucapan selamat malam. Sementara Yogi tetap dalam tidurnya. Di dalam mimpinya Yogi merasakan ciuman hangat seorang Dara kekasihnya yang telah tiada.
            Esoknya....
             “ Dido? Ya ampun kamu kemana aja sayang...kami semua nyari kamu kemana-mana??” Sapa seorang wanita yang mengaku bernama Della kekasih Dido yang sebenarnya. Ketika itu Dido sedang makan bersama Yogi di sebuah Cafe.
“ Kamu siapa?” Tanya Dido heran.
“ Aku Della pacar kamu. Kita malah akan tunangan sebelum kamu kecelakaan. Oh My God aku kira kamu benar-benar sudah meninggal. Tapi ketika kami ke kamar mayat kamu sudah nggak ada. Om sama tante bingung banget nyariin kamu. Ternyata kamu ada di sini.”
Yogi tambah heran. Ia menoleh ke arah Della.
“ Kamu keluarga Dido?” Tanyanya.
“ Iya. Aku pacarnya Dido, sebenarnya apa yang terjadi? kenapa Dido seperti hilang ingatan dia sama sekali nggak ingat aku pacarnya sendiri.”
“ Kamu harus tabah, selama ini Dido tinggal bersamaku yang dia ingat cuma aku dan Dara sahabatnya yang sudah meninggal. Aku tidak tahu kalau Dido amnesia. Kamu boleh membawanya pulang.” Jelas Yogi.
“ Thanks ya, kamu udah ngerawat Dido. Ortunya pasti seneng banget karena Dido udah kembali.” Sambung Della. Sementara Dido menjerit dalam hati semua telah mengira ia amnesia termasuk Yogi. Hati Dido berkata. “ Badan ini memang Dido, tapi di dalamnya adalah aku, Dara.”
Namun sayang yang semua orang lihat adalah sosok Dido bukan Dara.
“Aku tidak amnesia.” Jeritan hati Dara.
Della membawa Dido pergi dari hadapan Yogi. Pertemuan ini menjadi yang terakhir kalinya Dido alias Dara bisa melihat Yogi.
“ Sayang, ayo kita pulang...” Della membimbing Dido masuk ke dalam mobil meninggalkan Yogi sendiri di Cafe. Yogi terhanyut dalam kebisuan begitu pula Dido alias Dara yang akan memulai hidup barunya bersama keluarga baru. Orang tua Dido kini menjadi Orangtua Dara.
Sejak saat itu Dido tak pernah bertemu lagi dengan Yogi. Kata orang Yogi telah pindah ke luar negeri. Namun cinta Dara pada Yogi tetap melekat di tubuh Dido.....................................
The End






           



Minggu, 09 Oktober 2011

My Short Story


“ Di Balik Cadar Najwa”

Oleh: Agus Sholihin Al-Abrar

Wanita dengan sosok bercadar berlari ketakutan dalam rintikan hujan sampai ia tak sadarkan diri dan terjatuh tepat di depan gerbang pesantren. Udara sangat dingin ditambah hari yang mendung menambah kegigilan semua orang.Begitu yang dirasakan olehku,seorang putra kiyai H.Jauhari, dikehidupan pesantren dan dilingkungan santriwan-santriwati. Dirumahku yang disebut ndalem tampak ayahku H.Jauhari sedang menghangatkan tubuhnya diperapian,ia memanggilku ketika aku lewat.
“Wafa...” terdengar abah memanggilku.”....ikutlah menghangatkan tubuhmu,diluar udara sangat dingin.” Lanjutnya.
“Iya,Bah.” Aku terdiam memandangi wajah abah yang mulai keriput, tampak guratan-guratan diwajahnya yang semakin kentara.
“Kenapa? sepertinya kau ada masalah, benarkah?
“Tidak Bah, Wafa tidak ada masalah apapun.” Jawabku berusaha menutupi, aku bingung harus bicara apa.”Abah lelah...?” lanjutku.
“Tentu saja, kau tahu sendiri abah baru saja mengisi pengajian pahingan seperti biasanya, alhamdulillah jama’ahnya semakin bertambah.”
“Alhamdulillah.....” jawabku ”tapi...abah tidak boleh terlalu kelelahan , abah harus banyak istirahat ,abah kan sering kumat penyakitnya,sebaiknya serahkan saja urusan pondok dengan Kang Abdul,diakan orang kepercayaan Abah, ilmunya juga tidak jauh beda dengan abah, hanya saja Kang Abdul belum mau naik haji.” sambungku
“Kenapa harus Kang Abdul? kau juga bisa kan wafa ?” ketus abah, aku hanya mengerutkan dahiku.
“Ah, abah mana mungkin, Wafa belum mampu!”
“Lantas apa gunanya gelar sarjanamu itu? hanya untuk dipajang saja didinding!” ledek abah membuatku membisu , aku tak sanggup berkata-kata lagi. Perkataan abah telah berhasil membungkam mulutku. Aku hanya menundukkan pandanganku dan berharap semoga Abah tak menanya-nanyaiku lagi. Kalau dilanjutkan aku bingung harus menjawab apa.
Lima detik telah berlalu, hujan diluar belum tampak tanda-tanda akan berhenti. Aku berusaha mengalihkan pembicaraan kami.
“Seandainya saja Ummi masih ada , tentu ada yang merawat dan menasehati abah.”
Abah hanya mengernyitkan dahinya seraya berkata”tidak baik berandai-andai ,menyalahi takdir namanya kamu kan tahu!biarkan Ummi mu tenang disana.”jawabnya
“Astaghfirullah....!maaf Bah,Wafa khilaf.”
Lima menit telah berlalu lagi.Dalam rintikan hujan yang semakin reda tiba-tiba semua santri geger karena menemukan sosok wanita bercadar yang tergolek tak sadarkan diri digerbang pondok.Wanita tersebut segera diangkat ke Asrama putri.
“Siapa Dul?” tanya abah pada kang Abdul yang tampak panik.
“Saya juga tidak tahu Kiayi,kang Sholeh sama anak-anak putra yang menemukan wanita itu di depan gerbang sudah tidak sadarkan diri.”
Abah sangat penasaran,beliau dan kang Abdul masuk ke Asrama Putri,mereka ingin tahu siapa wanita tersebut,sementara santri-santri lain pun geger dibuatnya.Sementara Aku, Kang Sholeh dan lainya hanya menunggu di ndalem juga dengan rasa penasaran, kami bukanlah orang-orang yang berhak masuk ke Asrama Putri semaunya. Kami sabar saja menunggu di ndalem ,sementara kang Sholeh dan santri lainya kembali ke asrama masing-masing karena sebentar lagi adzan maghrib akan segera dikumandangkan .Setelah sholat maghrib wanita bercadar itu siuman dan langsung dibawa ke ndalem,kali ini aku dapat melihatnya secara langsung. Di ruang keluarga aku dan Abah langsung menemui wanita itu yang mengaku bernama Najwa.Setelah selesai makan , Najwa yang kelelahan mulai bicara.
“Namaku Annajwa,kenapa aku bisa sampai sini karena aku dikejar-kejar oleh orang yang hendak menculik dan berniat jahat padaku. Saya yatim piatu, saya tidak memiliki keluarga maupun saudara, saya hanya seorang wanita musyafir maafkan saya karena telah meerepotkan kalian semua, saya harus segera pergi dari sini walau tak tahu harus pergi kemana?” ujar wanita bercadar itu dengan penuh keprihatinan , wanita berjilbab, wajah yang tetutup cadar hanya bola matanya yang hitam yang bisa kupandang, benar-benar wanita muslimah yang anggun, Ahh...aku tersadar dari lamunanku saat abah menyuruhku menyiapkan kamar untuk gadis itu.
“Siapkanlah kamar untuknya,untuk sementara Najwa tinggal di ndalem karena dia pasti butuh ketenangan.” perintah abah padaku.
Abah kembali berbincang-bincang dengan gadis itu ditemani Kang Abdul dan Mba’ Marsolah sebagai santriwati senior di pesantren,sementara aku beres-beres kamar yang akan ditempati wanita yang bernama Najwa itu. Sambil menyiapkan selimut,bantal tiba-tiba aku terbayang wanita bercadar itu.Dalam benakku ” Annajwa...nama yang bagus, pasti sebagus parasnya juga akhlaknya, anggunya...berapa ratus santriwati disini tapi...baru kali ini aku melihat sosok wanita muslimah yang benar-benar anggun! Astaghfirullah!” aku tersadar betapa aku telah berfikir yang tidak-tidak tentang wanita itu,aku kembali keruang keluarga.
“Abah,kamarnya sudah siap.”
Abah langsung menyuruh wanita itu untuk istirahat dikamar.”Istirahatlah dikamar ditemani mba’ Marsolah, sementara ini tinggalah di Pesantren ini jadilah santri disini jika ada apa-apa jangan sungkan-sungkan pada kami.”tutur abah penuh perhatian,betapa ia tidak tega melihat perempuan musyafir itu yang hidup sendiri sebatang kara.Mba’Marsolah segera membawanya ke kamar.Aku,Abah dan kang Abdul siap-siap untuk sholat Isya di Musholah.
“Apakah tidak apa-apa jika wanita itu disini?” tanya Kang Abdul membuka pembicaraan sambil berjalan menuju mushola.
“Memangnya kenapa?” balik tanya Abah
“Ya, kita kan enggak kenal kiayi!”
“Lha,terus mentang-mentang nggak kenal lantas kita membiarkanya begitu saja,sementara dia sedang susah dan butuh pertolongan,apalagi dia seorang musyafir muslimah,sudah sepatutnya kita menolong, Dul! kamu kan tahu!”
“Iya sih Kiayi.”
Mereka mulai berwudhu,sementara aku diam saja pada masalah ini.Aku tidak ingin terlalu ingin kut campur karena apapun keputusan Abah,itu pasti mungkin yang terbaik.Kami siap-siap sholat berjama’ah.
***
Pagi harinya setelah sholat subuh seperti biasanya warga pesantren langsung melaksanakan aktivitas-aktivitas hariannya,begitu pula Aku mengajar di kelas santri putra untuk mengajar diniyah ba’da subuh seperti biasanya.Sementara Najwa,wanita bercadar itu masih terlelap dalam tidurnya bahkan ia telah melewatkan sholat subuh sampai si Raja siang muncul.Jam 07.00 pagi aku dan Abah sarapan pagi.
“Kang Abdul kemana Bah?” tanyaku
“Abdul kan hendak ke Yogyakarta,salah satu keluarganya ada yang hajat.”
“Oh...pagi-pagi sekali.”
“Biarlah,sudah lama dia tidak pulang kampung.”
“Iya juga sih.”
Sambung Abah.”Oh ya,hari ini Abah ada undangan di Pesantren Pak Burhan,jadi kamu di pesantren saja jangan kemana-mana,siapa tahu nanti ada tamu ,Kang Abdul kan tidak ada.”
“InsyaAllah Bah.”
Suasana ndalem yang sepi semua orang di Pesantren larut dalam aktivitas masing-masing,hanya aku dan wanita bercadar itu saja yang idak kemana-mana,ku lihat wanita itu sudah bangun dari tidurnya menuju dapur.
“Maaf,kalau hendak sarapan sudah disediakan di meja makan,silahkan...” sapaku dengan lembut.
“Terima kasih.” suaranya yang lembut mulai berucap. Aku terkesima melihat keanggunanya,dibalik cadarnya pasti tersimpan wajah yang anggun.Ia pun tersenyum dibalik cadarnya. Oh, inikah yang namanya Cinta?Cinta memang hadir dalam begitu banyak wajah, seribu atau bahkan ribuan wajah cinta telah menyapaku ketika aku mengundangnya untuk memasuki kehidupanku. Ah...!aku benar-benar telah tenggelam di dalam alur kehidupan cinta ,bukan alasan yang tepat bagiku untuk mengabaikan cinta. Apakah dihadapanku adalah cintaku?.
“Hey..!anda melamun?saya belum mengenalmu.” ia membuyarkan lamunanku.
“Oh ya,tentu!namaku Wafa,senang berkenalan denganmu.”
“Nama yang bagus,sesuai dengan ketampananmu.”
Aneh,gadis muslimah itu benar-benar berbeda dari wanita-wanita muslimah lainnya. Sapaan dan kata-katanya seakaan-akan begitu menggoda. Mungkin ini hanya perasaanku saja, karena terkubur dalam lamunan cinta. Segera aku keluar dari ndalem. Tapi aku tidak bisa membohongi hatiku, aku benar-benar jatuh cinta padanya rasa ini timbul dengan sendirinya,tentu aku harus menyapanya dengan pikiran sehatku.
***
Beberapa hari telah berlalu bahkan rasa sukaku kepada Najwa telah diketahui oleh Abah.
“Kalau kau memang tertarik padanya,jadikanlah ia istri mu,Abah rasa sudah sepantasnya kau menikah.”ujar abah mendukung.
“Tapi...Wali nya?”
“Kalau wali nasab tidak ada kan masih ada wali hakim.”
Aku tersenyum,betapa semanagatnya aku untuk menghitbah Najwa,gadis bercadar itu.
“Jadikanlah dia menjadi bagian dari keluarga pesantren ini.”
“InsyaAllah,Bah.”
Tapi ternyata keanggunan paras Najwa tak seanggun hatinya.Niat baikku ini disalahgunaan oleh Najwa,ia akan memanfaatkan kekayaan orang tuaku,kami akan benar-benar di kelabui oleh pikiran licik wanita bercadar itu.Kami saat ini benar-benar bodoh karena telah percaya begitu saja.Karena ternyata Najwa bukanlah wanita baik-baik ,tidaklah seperti yang kami kira.Ia berhasil menipu kami semua sampai aku menikahinya.Sampai akhirnya aku menghitbah Najwa dan kami sah sebagai suami istri.
Pesan Abah padanya.”Najwa, jadilah istri yang sholehah jangan sekali-kali kamu meninggalkan suamimu, berikan kebahagiaan dan rawatlah suamimu serta anak-anakmu kelak.”
Abah berharap Najwa bisa menjadi istri yang baik dan bisa membahagiakan ku,itu sudah menjadi harapan setiap orang tua,terutama aku adalah anak satu-satunya Abah. Aku meneteskan air mata, sementara Najwa yang licik kini telah menjadi istriku di otaknya telah tersusun rapih rencana-rencana licik yang akan menjatuhkanku dan keluargaku.Tapi apa mau dikata kami tak pernah tahu akan sifat busuknya itu, yang kami tahu Najwa adalah sosok wanita baik-baik apalagi ia berkerudung terlebih bercadar pula tak pernah terpikirkan dibenakku akan kejahatannya. Hati Najwa berkata.”Aku benar-benar hebat! aku telah berhasil mengelabui Wafa dan Kiayi itu!dasar bodoh!dengan mudahnya aku menjadi istri anak kiayi yang kaya dan termasyhur,dengan begitu aku bisa merampas kekayaan mereka dan segera pergi dari sini,aku harus pergi keluar negri sebelum polisi mengetahui keberadaanku.” ia tersenyum pasi seraya menaikkan sebelah alis matanya.Saat malam pertamaku ini Najwa menolak berhubungan denganku dengan alasan ia sangat lelah dan belum siap.Dengan sabarnya aku memberi pengertian,bahkan begitu seterusnya selalu ada alasan untuk menolak ia hanya bilang.”Maaf Mas,aku sedang berhalangan jadi Mas bersabar ya...”.Aku terus sabar.
Bahkan sudah hampir satu bulan pernikahan kami,tapi sampai saat ini aku belum pernah menafakohi batinku layaknya suami-suami pada umumnya. Di benakku mulai muncul kecurigaan,bahkan aneh tapi aku selalu berhasil dikelabuinya.Di belakangku ia senyum sisnis,hatinya tertawa-tawa karena telah berhasil mengelabuiku.Di tengah malam dikala semua warga pesantren telah lelap dalam tidurnya,dengan beraninya Najwa wanita bercadar itu masuk kedalam kamar Abah,ia mengambil semua perhiasaan peninggalan Ummi.Abah tidur dengan pulasnya sehingga tak menyadari perhiasan-perhiasan almarhummah istrinya telah lenyap,Najwa lah pelakunya.
***
Sebelum subuhan abah menyempatkan menyaksikan berita di televisi,berita itu mengabarkan adanya buronan polisi seorang wanita yang bernama Gubara,wanita berkedok musyafir muslimah yang saat ini menyamar sebagai wanita berjilbab dan bercadar yang kabur dari tahanan setelah dua minggu ditahan dengan kasus pembunuhan dua orang lelaki,bukan hanya itu saja tetapi juga sebagai pekerja seks kelas atas sekalligus pengedar narkoba. Abah terkejut saat mendengarnya jantuungnya terasa berhenti mendengarkan penuturan pembawa berita di tv itu yang menampilkan fhoto Najwa alias Gubara yang menjadi buronan polisi, abah benar-benar syok karena ia memiliki menantu seorang buronan.
Pada saat yang sama ternyata Najwa mendapati Abah tengah menyaksikan berita tentangnya.”Gawat!Kiayi ini telah tahu siapa aku sebenarnya!!” pikirnya cemas dalam hati.
Tapi abah tenang-tenang saja tak tampak ada kebencian ketika melihat Najwa. Karena ia sadar wanita bercadar bukanlah hanya Najwa saja, mungkin hanya kebetulan saja wajahnya hampir serupa. Tapi Najwa yang takut dan panik segera bertindak, dengan manisnya Najwa menyuguhi Kiayi segelas minuman teh yang sudah ia campurkan racun mematikan. Benar-benar perempuan licik.
“Abah,alangkah enaknya nonton televisi sambil ditemani teh hangat ,di minum Bah.” ia menyuguhi sambil tersenyum pasi.
“Iya terima kasih,suami mu belum bangun tumben-tumbenan biasanya selalu bangun lebih awal.” ujar Abah sambil meneguk teh hangat yang beracun itu.Najwa memandang dengan penuh kebencian,tertawa dalam hati karena sebentar lagi maut menjemput sang Kiayi.
Azan subuh berkumandang,seperti biasanya kami tak pernah telat untuk sholat berjamaah,termasuk aku walaupun pagi ini aku bangun sedikit telat,mungkin karena terlalu lelah,sehingga tidurku lelap sekali.Kami berjamaah bersama para santri.Tapi kali ini tumben-tumbenan untuk kang Abdul yang sedang minum kopi panas, ia tampaknya sedang malas berjamaah, entah setan apa yang telah mempengaruhnya.Abah tak pernah telat untuk mengimami jamaah subuh, aku juga sedikit aneh karena Abah terlihat begitu pucat.Jamaah subuhpun berlangsung.Setelah usai salam yang pertama Abah langsung tergolek lemas, dari mulutnya keluar banyak busa kental. Seisi mushola benar-benar terkejut dan panik terlebih aku.Aku menangis tatkala Abah menghembuskan nafasnya yang terakhir.”Prangg!!!” cangkir kopi kang Abdul pun jatuh pecah kelantai,benar-benar firasat buruk.
Ku genggam tangan Abah yang dingin dan kaku. Urat nadinya tak berdenyut lagi.
Ya Allah!apakah malaikat maut telah membawa Abah pergi tanpa sepengetahuanku!.Seisi pesantren pun ikut geger atas kepergian Kiayi mereka. Kini telah kusaksikan Abah yang telah disambut oleh maut. Semua orang yang menyaksikan mencucurkan air mata. Ya, air mata kesedihan .Pagi hari yang kelam bendera kuning telah berkibar dalam kebisuan. Angin sepoi pagi melangkah dalam penderitaan dan kedukaan. Langitpun menurunkan hujan turut berduka cita atas belas kesedihanya. Roh nya mengucapkan selamat tinggal pada dunia, ia menghela nafas penghabisan. Apakah aku patut menyalahkan maut! karena ketidakadilannya padaku.Tapi inilah takdir, Abah akan menemui Ummi di surga Firdaus.
***
Pagi ini almarhum Kiayi akan segera dimandikan, dikafani, disholati dan segera dikebumikan, tentu dengan meninggalkan banyak kenangan di Pesantrennya yang sudah lama di pimpinnya bahkan menjadi salah satu Pesatren termasyhur. Kini pesantren berduka, pesantren benar-benar berkabung atas kepergian tuan mereka.
Seminggu sudah kepergian Abah, kini hanya aku dan Kang Abdul yang memimpin Pesantren aku berharap pesantren Abah ini akan selalu berdiri kokoh bersama ratusan santri yang mengabdi demi menimba ilmu yang barokah.Segala acara kang Abdul dan kang Sholeh yang mengatur, aku juga mengisi beberapa acara pengajian menggantikan Abah.Walau bagaimanapun aku adalah penerus Kiayi yang akan meneruskan perjuangan beliau di pesantren.Semoga Allah merestuinya InsyaAllah....
***
Ahad pahing kali ini aku yang mengisi ceramah ini untuk yang pertama kalinya.Dengan sengaja Najwa mendengarkan dari samping luar mushola.Matanya mulai berkaca-kaca dan akhirnya meneteskan air mata kesedihan, jujur baru kali ini ia menangis. Hatinya seakan-akan luluh ada perasaan yang berbeda terhadapku.Ia melirikku,apakah ia mulai menyukaiku? Aku memberi kesempatan melirik kepadanya dengan senyum sapa.
“Aku telah menemukan cintaku.” gumam Najwa dalam hati. Ia merasa beribu-ribu bersalah padaku dan keluargaku.
“Aku harus pergi!aku tidak boleh disini ini bukan tempatku!ini bukan duniaku.” Dengan mengenda-ngendap dari belakang asrama putra karena lebih dekat dengan jalan besar, ia berusaha keluar dari lingkungan pesantren.Dalam keadaan was-was tiba-tiba kang Sholeh mengagetkanya.
“Neng Najwa? sdang apa disini?”
Najwa benar-benar kaget dan berteriak kecil.
“Apa-apaan sih kamu mengagetkan saya!” bentaknya
“Maafkan saya Neng, saya Cuma heran saja kenapa Neng Najwa bisa ada disini.”
“Ahh...itu....itu...aku....aku..”jawabnya terbata-bata. ”Aku sedang mencari Mas Wafa!”
“Loh, kan kang Wafa sedang mengisi pengajian di mushola.”
“Oh iya, aku lupa ya sudah!saya ke mushola sekaran,permisi!” jawabnya ketus. Aneh tingkahnya benar-benar mencurigakan.Kang Sholeh kembali ke Asramanya.
***
“Mir ,tadi aku bertemu Neng Najwa gerak geriknya sangat mencurigakan.” Bisik kang Sholeh pada Amir
“Kang Sholeh tidak boleh suudzon,dia kan juga pemilik pesantren ini jadi bebas mau ngapa-ngapain...”
Bola mata kang Sholeh benar-benar dalam dan hitam, ia telah merasakan keanehan pada Najwa. Segera ia tepis pikiran-pikiran buruknya jauh-jauh.
***
Malam ini aku sangat lelah seharian ini aku sibuk dalam acara pengajian pahingan,mungkin inilah yang dirasakan Abah dulu.Najwa yang masih disini karena gagal untuk kabur tadi siang, ia menghampiriku.
“Mas wafa lelah...?” sapanya dengan lembut.
“Ya, tentu saja sepertinya badanku pegal-pegal semua.” jawabku menggeliat.
Najwa sebenarnya ingin berterus terang kepadaku dan keluarga pesantren yang lain,tapi ia takut aku kaget dan pikirnya mungkin aku bisa membunuhnya karena murka atas kejahatannya.Semenjak kepergian Abah akibat ulahnya ,ia dihantui rasa bersalah sudah banyak korban yang jatuh karena kebiadabanya.Najwa memandangku cemas keringat dingin bercucuran.Diluar mulai rintik-rintik hujan sejak sore tadi memang langit terlihat mendung,beberapa hari ini memang sering hujan, padahal belum waktunya musim penghujan. Baru saja Najwa akan mengatakan sesuatu,tiba-tiba kami kedatangan tamu yang tak di duga-duga.Tiga orang polisi berseragam dua laki-laki dan satu perempuan.Kami kaget terlebih aku,pikirku ada apa ini?kenapa kami berurusan dengan polisi .Kami segera keluar Aku,Kang Abdul dan beberapa Ustadz menghampiri diruang tamu ndalem. Sementara Najwa menguping dari dalam kamar dalam keadaan ketakutan dan gemetar tubuhnya basah kuyup bagai mandi. ”Tamatlah riwayatku...” pikirnya cemas.
“Permisi, sebelumnya kami mohon maaf mengganggu aktivitas anda, kami dari pihak kepolisian mendapat kabar kalau buronan kami telah lari dan dikabarkan bersembunyi di lingkungan pesantren.Kami akan mendata santriwati disini sekaligus mengintrogasi beberapanya,di mohon izinnya.”Kata salah satu polisi itu.
“Iya pak, kami persilahkan.” jawabku dengan kang Abdul
Sementara itu semua santriwati geger dan panik, padahal mereka tak mungkin dinyatakan bersalah.Najwa sendirian dikamar dalam kebimbangan dan ketakutan bercampur rasa bersalah.”Bagaimanakah nasibku....??” lirihnya gemetar.
Introgasi selesai tidak tampak ada kecurigakan.Para polisi itupun berpamit pada kami.Najwa seedikit lega pernapasanya mulai berfungsi lagi.Aku menghampirinya dikamar.
“Najwa,kau sangat pucat sakitkah?”
“Tidak Mas,aku tidak apa-apa.”
“Ya sudah,sebaikya kita segera tidur,hari sudah malam nanti kita bangun lalu mujahadah bersama,akhir-akhir ini Mas merasakan akan datangnya sebuah masalah.Kita harus lebih banyak mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa.”
Najwa menangis,dikamar hanya aku dan istriku ini kubuka cadarnya dan ku hapus air mata yang membasahi pipinya,entah apa yang membuatnya menangis.
“Kenapa kau menangis?”
Allah telah membuka pintu hatinya untuk bisa mencintaiku dengan setulus hati bukan karena harta belaka.
“Jangan ceraikan aku Mas.....apapun yang terjadi...”
“Apa maksudmu...?” Tanyaku heran.
Najwa tak kuasa menahan tangis ,ia pandangi wajahku yang tengah menatapnya heran. Ia sadar selama ini ia hidup bersama orang yang perhatian dan mencintainya dengan tulus.Aku hanya mengira mungkin ia hanya merasa bersalah karena sampai saat ini belum memberikan nafaqoh batinnya.
“Aku tak pernah punya pikiran untuk menceraikanmu,aku sangat mencintaimu apa adanya...” Jawabku
Ketika baru saja akan kucium keningnya,di luar ribut kembali dengan suara kegaduhan,bukan karena hujan melainkan datangnya kembali para polisi kali ini bukan tiga orang polisi tapi beberapa mobil polisi mengepung dari luar pesantren.
“Apa yang terjadi??”
Pintu kamarku segera digedor-gedor dengan kasarnya.Setelah pintu terbuka polisi langsung menangkap Najwa dengan kasarnya tanpa perasaan bahwa dia istriku,bukan binatang.Kami mulai ribut karena kemarahanku atas ketidaksopanan mereka,aku juga tidak tahu apa permasalahannya.
“Wafa!Istrimu ini adalah buronan polisi yang lari dari tahanan lalu dia lari kepesantren ini,aku telah membaca berita-berita tentangnya juga laporan polisi beserta fhoto-fhoto yang beredar,dia menyamar sebagai wanita musyafir dan berkedok sebagai muslimah!dia wanita biadab!dia Gubara yang menyamar sebagai Annajwa!!”.Jantungku terasa berhenti berdetak,penuturan Kang Abdul benar-benar mengagetkanku.Ternyata ia yang melaporkan pada polisi.Setelah mengetahui kejahatan Najwa dan kang Abdul segera menghubungi polisi.Kini terungkap semua tabir kejahatan Najwa alias Gubara.Najwa segera diseret keluar dengan jeritan histeris.
“Mas Wafa...Maafkan aku...!”
“Aku tidak menyangka kau.....!!” aku benar-benar syok.
“Berikan aku kesempatan tuk bicara....!”polisi merenggangkan pegangannya memberi kesempatanya untuk bicara.
“Maafkan aku mas,aku telah menghianatimu,aku memang jahat selama ini aku telah menghianati kalian semua!” di hadapan kami dan seluruh santri,Najwa yang nama aslinya adalah Gubara menjelaskan semuanya.”Aku memang seorang buronan,aku lari dari tahanan setelah dua minggu ditahan dengan banyak kasus,aku telah membunuh dua orang lelaki yang telah meniduriku tanpa meninggalkanku sepeser uangpun.Aku adalah wanita penghibur di hotel ternama!aku seorang pelacur Mas!aku juga pemakai narkoba.Aku telah terjangkit Virus HIV, makanya aku selalu menolak pabila mas mengajakku berhubungan. Kau terlalu mulia Mas, kau terlalu suci untuk tertular virus jahannam ini, aku tidak mau menyakiti lebih banyak orang lagi! walau bagaimanapun aku telah menaruh cinta padamu.”
Badanku gemetar, otakku terasa akan pecah.Aku benar-benar syok, ku jambaki rambutku. Astaghfirullahh...aku benar-benar tak menyangka akan menikahi wanita penzina dan pembunuh seperti dirinya pikiranku telah kacau.
“Kau manusia atau hewan!” bentakku keras dihadapannya
“Aku akui aku memang wanita bajingan Mas, aku juga yang telah meracuni abahmu sampai meninggal, karena dia telah tahu siapa aku sebenarnya, aku pula yang telah mengambil perhiasan Ibu mu!”
Kemarahanku semakin meledak, tanganku sampai melayang di wajahnya, kalau bukan karena dihalang oleh kang Abdul mungkin sudah kubunuh wanita bajingan itu. Aku hilang kendali.
“Biarkan aku mematahkan batang lehernya!!!” kang Abdul merangkulku.”Jangan Kang!eling kang ..eling.!”. Saat itu pula Najwa lepas dari genggaman polisi,Ia lari dari halaman pesantren lari kearah jalan raya,semua polisi segera bertindak.Beberapa santri ikut mengejarnya.Di malam yang hujan ini benar-benar malam yang penuh dengan kemarahan. Peristiwa ini benar-benar bagai petir yang menghujamku.
Najwa wanita bercadar itu terus berlari.Di buka jilbab yang selama ini menutupi auratnya sampai ia hilang kontrol, ia tak menyadari telah melaju cepat mobil berwarna hitam. “Tiiiiiiinnnnnnn!!!” kerasnya suara klakson mobil itu tak memberi kesempatan Najwa untuk menghindar.Tubuhnya di hantam mobil itu,terdengar suara jeritan Najwa teriakannya memecah keramaian suara gemuruh hujan.Darah membanjiri tubuhnya yang tak lain adalah Gubara.
***
Selang beberapa hari Najwa lepas dari masa kritis dan berhasil diselamatkan,bahkan saat ia siuman aku berada disampingnya.Walau bagaimanapun ia masih istriku.
“Mas...”
“Kamu jangan banyak bergerak, kamu masih sangat lemah.” tuturku penuh kasih sayang, aku tak larut dalam kebencianku.
“Maafkan aku Mas, aku telah menghianati cinta sucimu.”
“Sudahlah bukan saatnya membahas itu, aku mencintaimu dan membutuhkanmu di sampingku dengan kesejatian dan kebahagiaan hidup, bukan dengan kepalsuan yang terus menerus menyeretku dalam kesemuan semata.”
“Ceraikan aku Mas, aku terlalu kotor untukmu, carilah pendamping hidup yang lebih suci dariku aku tidak pantas untukmu.”
“Tapi...!”
“Aku mohon, aku tak ingin menambah kesalahanku untuk yang kesekian kalinya.” ia memohon hal yang berat bagiku.
“Baiklah jika itu maumu...”
“Aku akan ditahan seumur hidup, aku tidak akan membiarkan Mas menantiku. Tapi sebelumnya aku ingin meminta maaf pada keluarga pesantren, karena aku telah mencoreng nama baik pondok terutama pada kalian semua.”
Maka esok harinya Najwa bersama polisi datang ke Pesantren untuk menyampaikan permohonan maafnya pada warga pesantren terutama padaku.
“Maafkan aku mas, ceraikanlah aku...” tuturnya dihadapanku dengan berlinang air mata.
Aku meneteskan air mata.”Baiklah, aku ceraikan kamu setelah kamu keluar dari lingkungan pesantren ini maka jatuhlah Talakku padamu...”
Polisi segera membawanya masuk kedalam mobil dan lambat laun meninggalkan kehidupan pesantren. Aku menatapnya dari jauh, kang Abdul menepuk pundakku dari belakang seraya berkata.”Yang sabar kang...”
Aku pasrah pada yang Kuasa, aku berdo’a sambil menggigit kenanganku yang pahit. Dadaku sesak aku tak bisa menangis.
***
Beberapa bulan kemudian lewat kabar berita aku mendengar kematian Najwa. Mayatnya ditemukan dikamar mandi tahanan dengan beberapa tikaman ditubuhnya. Bau mayat tercium. Aku juga kaget mendengarkan kematian mantan istriku itu tewas dengan mengenaskan. Betapa perkasanya maut, betapa bangganya malaikat membawanya pergi.


THE END